-->

MENU

PELESTARIAN NILAI INFORMASI

PELESTARIAN NILAI INFORMASI
I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Informasi hadir menyapa kita setiap saat, baik melalui media massa, cetak dan elektronik maupun lewat sekedar obrolan dengan tetangga. Informasi menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang mereka butuhkan sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai warga Negara. Informasi sangat berperan aktif dalam kehidupan manusia saat ini, karena memudahkan manusia dalam melakukan hal yang diinginkan. Maka dari itu, informasi sangat bernilai dan harus dijaga.
Perpustakaan dan lembaga yang bergerak sebagai pusat informasi bertugas melakukan kegiatan dalam hal pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran informasi kepada pengguna. Namun demikian, tugas tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik bila informasi yang akan disebarkan hilang atau mengalami kerusakan pada media perekamnya.
Oleh karena itu, sebagai pusat informasi, kegiatan melestarikan informasi merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dielakkan lagi bagi perpustakaan dan lembaga informasi lain. Bila tidak, maka misi yang dijalankan dan tujuan yang ingin dicapai sebagai pusat informasi tidak dapat diwujudkan.
Pemahaman akan kesadaran dalam melestarikan informasi terutama harus ditumbuhkan kepada pekerja informasi termasuk pustakawan sebagai sumber daya manusia yang diharapkan dapat menjaga kelestarian suatu budaya bangsa, yang dengan itu, warisan ilmu pengetahuan dapat berlangsung dengan baik kepada generasi penerus.

2.    Rumusan Masalah
Apa itu nilai informasi dalam perpustakaan?
Apa definisi dan karakteristik dari nilai informasi?
Bagaimana pelestarian dalam perpustakaan?
Bagaimana cara melestarikan nilai informasi?

3.    Tujuan Penulisan
Mengetahui maksud dari nilai informasi dalam perpustakaan.
Mengetahui definisi dan karakteristik nilai informasi.
Mengetahui pelestarian dalam perpustakaan.
Mengetahui cara melestarikan nilai informasi.



II
PEMBAHASAN

1.    Nilai Informasi dalam Perpustakaan
Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi, dan informasi yang ada diperpustakaan tentunya sudah diseleksi, dihimpun, diolah, dipersiapkan, dan dikemas dengan baik sehingga semua informasi yang ada diperpustakaan benar-benar telah dikaji dan dianalisis serta dipertimbangkan kegunaannya. Karena itu, sebuah perpustakaan memiliki nilai informasi, maksudnya adalah informasi tersebut dapat digunakan oleh orang atau masyarakat dalam menunjang atau memenuhi kebutuhannya. Jika kita menengok keluar perpustakaan, misalnya pusat-pusat data bisnis, pusat data saham, pusat harga komoditi tertentu, akan kita lihat betapa tinggi nya intensitas sirkulasi dan transaksi informasi. Informasi sudah menjadi komoditi yang perjual-belikan.
Jika selama ini perpustakaan sebagai salah satu sumber dan mengelola informasi masih bersifat “layanan sosial” namun tetap saja masih sepi pengunjung, maka dimungkinkan karena masih banyak orang yang kurang menyadari arti pentingnya sebuah perpustakaan, atau bahkan sebenarnya diperpustakaan kurang tersedia apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh pemakai, sehingga orang cenderung kurang tertarik untuk datang keperpustakaan. Untuk menjadikan perpustakaan berkembangan dan mampu mengelola informasi bernilai ekonomis dan menjadikan komoditi ekonomi bukanlah sebuah mimpi belaka, karena apabila perpustakaan dapat berkembang dengan baik dan masyarakat telah berkembang menjadi masyarakat informasi maka hal-hal atau informasi tertentu diperpustakaan mungkin akan dapat bernilai ekonomis.[1]
a.    Definisi Nilai Informasi
Menurut kamus Merriam-Webster, nilai atau value berarti kemanfaatan atau kepentingan relatif, sedangkan informasi sering didefinisikan sebagai data dengan arti (data with meaning). Dari kedua definisi singkat tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai informasi bisa diartikan sebagai data dengan arti atau makna atau informasi yang memiliki arti penting dan manfaat yang relatif untuk membuat suatu keputusan untuk melakukan tidakan selanjutnya. Nilai informasi menjadikan penerima informasi melakukan suatu tindakan atau menyelesaikan suatu persoalan. Penerima informasi akan mempertimbangkan nilai informasi yang diterima untuk melakukan tindakan yang akan dilakukan karena dia sekaligus merupakan pembuat keputusan. Sementara itu orang yang mengirimkan informasi yang dia kirimkan kepada orang lain secara terpisah dan bisa berbeda dia bisa memandang informasi tersebut bermanfaat atau tidak ada nilainya sama sekali. Nilai dari suatu informasi akan menentukan apakah informasi tersebut layak untuk disimpan, digunakan, atau bahkan dibuang.
Beberapa pakar seperti McGee & Prusak (1993) dan Walker (1993) menyatakan bahwa data, baik yang bersifat numerik (angka) maupun tekstual, akan menjadi suatu informasi apabila telah diorganisasi dan diberi konteks dengan tujuan atau analisis sehingga bisa menjadi bermakna. Tentu saja informasi tidak selalu dapat dipisahkan dan lenyap begitu saja, melainkan bisa meningkat nilainya apabila digunakan terus-menerus. Huber (1984) mengatakan bahwa informasi bersifat self-regenerative atau bisa hidup secara mandiri.
Nilai informasi didefinisikan sebagai suatu istilah yang kadang-kadang disalah-artikan sebagai kualitas informasi. Padahal nilai informasi berbeda dengan kualitas informasi. Galzer (1993) mengatakan bahwa nilai informasi bisa implisit (sebagai informasi saja) dan bisa juga eksplisit (lingkungan informasi) dengan berbagai atribut. Sementara itu kualitas informasi hanya bisa dipandang dari sisi implisit saja. Kualitas informasi memiliki karakteristik tersendiri yang lebih sempit dibandingkan dengan nilai informasi. Informasi bisa bernilai dan berarti apabila seseorang benar-benar sedang membutuhkannya. Secara umum, informasi dipandang bernilai jika informasi tersebut mempengaruhi penerima untuk membuat keputusan untuk bertindak. Dengan kata lain, informasi memiliki nilai bila mempengaruhi pembuatan keputusan.

b.    Karakteristik Nilai Informasi
Seperti dijelaskan sebelumnya, nilai dari suatu informasi dilihat dari bermanfaat atau tidaknya untuk membuat keputusan. Taylor (1986) menekankan bahwa nilai suatu informasi memiliki arti dalam konteksmanfaat bagi pengguna informasi (“has meaning only in the context of its usefulness to users”). Pengguna informasi adalah pembuat keputusan. Dia akan menentukan apa yang akan diputuskan atau dilakukan setelah mendapatkan informasi, dan karenanya dia membutuhkan informasi yang bernilai.
Nilai informasi memiliki karakteristik seperti relevansi, waktu dan keakuratan atau ketepatan. Feltham (1968) mengatakan bahwa relevansi, waktu dan keakuratan adalah atribut atas suatu informasi yang bernilai.
American Accounting Association (AAA) menyatakan bahwa relevansi merupakan karakteristik penting dalam pemilihan informasi. Hal ini dapat dimengerti karena nilai informasi sangat terkait dengan proses informasi yang di dalamnya termasuk kebutuhan informasi, pencarian/penelusuran informasi dan seleksi serta penggunaan informasi.
Waktu sangat penting terkait dengan saat suatu informasi yang diterima. Waktu memiliki peran penting bagi suatu informasi dan mempengaruhi nilai. Transfer informasi membutuhkan waktu dan sangat terkait dengan beberapa faktor seperti ketrampilan pencarian informasi, kemudahan akses informasi, lama respon, pemahaman atas informasi, dan gangguan atau noise. Transfer informasi bisa memiliki keterlambatan penyampaian terutama apabila hal itu terkait dengan suatu kegiatan atau kejadian. Dalamhal ini informasi hanya bisa diperoleh secara lengkap apabila kegiatan atau kejadian tersebut telahsepenuhnya selesai. Adanya interval waktu kegiatan membuat keputusan hanya dapat diambil setelahkegiatan atau kejadian sepenuhnya selesai.
Namun demikian, dalam nilai informasi, waktu tidak terkait dengan kebaruan informasi. Informasi yang sudah lama pun bisa bernilai untuk pembuatan sebuah keputusan. Informasi dari Undang-Undang dasar misalnya, masih akan sangat relevan bagi pembuatan keputusan saat ini meskipun informasi tersebut sudah lebih dari setengah abad. Pada waktu menuliskan daftar riwayat hidup, informasi tentang pendidikan masa lalu pun juga masih bermanfaat dan bernilai. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa waktu dalam nilai informasi hanya terkait dengan waktu penerimaan informasi. Namun waktu juga berpengaruh terhadap ketersediaan informasi pada waktu keputusan harus diambil. Informasi yang belum diterima pada waktu dibutuhkan akan meningkatkan ketidakpastian dan akan menghambat pembuatan keputusan. Disamping itu, pembuat keputusan mungkin akan mengundurkan keputusannya sampai dia memperoleh informasi. Ini berarti penerima informasi akan menentukan untuk tidak membuat keputusan atau tindakan karena adanya interval waktu penerimaan informasi atau keterlambatan informasi.
Keakuratan informasi terkait dengan kuantifikasi dan kualitas informasi. Jika informasi tidak akurat, keputusan yang diambil akan menjadi buruk dan akhirnya akan mengantarkan pada tindakan yang lebih buruk lagi. Ketidak-akuratan informasi bisa diakibatkan oleh gangguan (noise) dalam proses penyampaian (transmisi) dari pengirim ke penerima atau karena adanya kesalahan dalam pemrosesaninformasi sebelum informasi tersebut dikirimkan.[2]

2.    Pelestarian dalam Perpustakaan
The American Institute For Conservation ( AIC) menyatakan bahwa pelestarian adalah aktifitas memperkecil kerusakan secara fisik dan kimiawi dan mencegah hilangnya kandungan informasi. Dureau dan Clement mengatakan bahwa pelestarian mencakup unsure-unsur pengolah keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik dan metode untuk melestarikan bentuk fisik dan kandungan kandungan informasi bahan pustaka.
Para pustakawan seringkali berupaya keras untuk memberikan akses ke berbagai sumber informasi dan bagaimana menggunakannya tanpa memedulikan kerusakan fisik yang disebabkan oleh penggunaan bahan pustaka yang sangat sering. Pengguna yang teledor juga sering kali mengakibatkan kerusakan yang tidak sedikit. Akibatnya, tidak sedikit bahan pustaka yang rusak dan tidak dapat diperbaiki.
Berbagai unsur fisik, biologi dan kimiawi lainnya yang terdapat dilingkungan perpustakaan seperti cahaya, suhu, kelembaban, zat polutan, debu, kotoran, jamur, serangga, manusia, bencana, dan kondisi fisik materi itu sendiri juga memegang peranan yang besar dalam hal ini. Oleh sebab itu, diperlukakanlah langkah-langkah strategis dan tepat dalam usaha melestarikan koleksi perpustakaan.[3]

3.    Pelestarian Nilai Informasi dalam Perpustakaan
Masalah terkait dengan upaya perlindungan nilai informasi koleksi telah menjadi salah satu pemikiran utama diberbagai perpustakaan. Koleksi perpustakaan yang sebagian besar adalah buku dan terbuat dari bahan kertas dengan kualitas yang bervariasi, karena faktor alamiah pasti akan mengalami kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan koleksi tersebut disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan usaha-usaha pelestarian guna menjaga agar kondisi bahan perpustakaan dan nilai informasi yang terkandung didalamnya tidak mengalami kerusakan.
Pemeliharaan informasi dapat dilakukan dengan cara melestarikan fisik dokumen dan nilai informasi yang terkandung didalamnya. Selain itu pemeliharaan informasi dapat juga dilakukan dengan meminimalisir kerusakan (penanganan yang salah) yang terjadi pada bahan pustaka (kertas & digital). Pelestatarian disini mencakup semua pertimbangan manajerial termasuk tindakan pencegahan, teknik penyimpanan, kebijakan pelestarian, format ulang, perbaikan, dan sebagainya.
Berikut akan diuraikan cara melestarikan nilai informasi yang terkandung dalam suatu koleksi atau dokumen, yaitu:
a.    Alih Bentuk Informasi
Pelestarian nilai informasi bisa dilaksanakan dengan cara alih bentuk informasi, misalnya dalam bentuk mikro dan video disk atau direkam dalam compact disk (CD). Bentuk mikro dapat berupa gulungan microfilm, microfis, aperature card ultrafis dan mikropaque. Kelebihan dari bentuk mikro ini diantaranya: menghemat ruangan, keamanan lebih terjamin, mudah diproduksi jika ada master negatifnya dan tidak menyimpang dari bentuk aslinya.
Disamping itu, dengan bantuan alat baca (scanner) serta teknologi komputer, pemakaian dan penyimpanannya menjadi lebih mudah. Koleksi perpustakaan yang seharusnya dialihkan kedalam bentuk mikro adalah jenis koleksi surat kabar atau majalah, karena pada umumnya kualitas kertasnya bermutu rendah dan cepat rusak, tetapi informasinya kadang diperlukan sebagai bahan rujukan yang dicari-cari. Beberapa pertimbangan alih bentuk informasi yaitu:
  • Bahan perpustakaan sudah rusak, sehingga tak perlu disimpan lagi.
  • Bahan perpustakaan masih baru, tetapi nilai fisiknya tidak penting, sehingga demi penghematan ruangan dan pemeliharaan perlu dialihkan ke bentuk media lain.
  • Bahan perpustakaan sangat penting walau dipinjamkan aslinya akan mudah rusak.[4]
b.    Perawatan Media Digitalisasi Koleksi Informasi
Kegiatan mentransfer informasi tercetak kedalam bentuk digital seolah menjadi kesibukan utama perpustakaan besar indonesia pada dasawarsa terakhir ini. Entah berapa ratus ribu bahkan gigabyte dokumen yang telah dijadikan digital dibeberapa perpustakaan besar Indonesia. Tidak itu saja, mereka membuat pangkalan data referensi seperti katalog online, indeks subyek, dan sarana pencari informasi digital lainnya. Belum lagi jurnal elektronik, peta digital, data, atau dokumen kelabu (dokumen pemerintah yang tidak diterbitkan untuk umum) yang mereka koleksi dalam bentuk digital.
Dokumen digital rentan kerusakan dalam arti tidak dapat terbaca atau tak bisa diakses lagi. Barangkali keadaan ini bakal berubah menjadi bom waktu yang mengancam kelangsungan hidup perpustakaan digital.
Masalah kedua adalah perkembangan peranti keras diikuti peranti lunak yang berubah versi dengan cepatnya. Kemudian versi lama tidak bisa membaca informasi pada versi baru. Dunia digital Indonesia bergeming dengan ancaman tersebut dan kegiatan digitasi sepertinya mengalir begitu saja. Memang, selain kendala dalam hal mesin, dalam kasus tertentu dokumen digital terasa lebih mahal jika kita harus mencetaknya.
Preservasi data atau dokumen digital menjadi hal penting karena kondisi berikut :
  • akumulasi data yang tak terkendali,
  • kerusakan data tanpa sengaja,
  • pengubahan data tanpa hak,
  • kelangkaan metadata dan sistem dokumentasi,
  • bentuk data elektronik yang tidak dapat dipreservasi,
  • kelangkaan mekanisme untuk preservasi
Untuk menyelamatkan nilai informasi agar dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif lebih lama lagi dan terhindar dari kerusakan terhadap koleksi digital atau elektronik, ada beberapa cara preservasi digital, antara lain:
  • Preservasi teknologi (technology preservation) yaitu perawatan secara seksama terhadap semua perangkat keras dan lunak yang dipakai untuk membaca dan menjalankan sebuah materi digital.
  • Preservasi dengan cara penyegaran atau pembaruan (refreshing) dengan memperhatikan usia media (memindahkan data dari media yang satu ke media yang lain).
  • Preservasi dengan cara melakukan migrasi  dan format  ulang (migration and reformating) merupakan kegiatan mengubah konfigurasi data digital tanpa mengubah kandungan isi intelektualnya.
  • Preservasi dengan cara emulasi (emulation) yaitu proses “penyegaran” di lingkungan sistem, Artinya secara teoritis dapat dilakukan pembuatan ulang secara berkala terhadap program komputer tertentu agar dapat terus membaca data digital yang terekam dalam berbagai format dari berbagai versi.[5]



PENUTUP

1.    Kesimpulan
Bahan pustaka adalah salah satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan, sehingga harus dilestarikan mengingat nilainya yang mahal. Untuk pelestarian nilai informasi bahan pustaka perlu dilakukan dengan alih bentuk dokumen (kebentuk mikro atau mikrofilm).
Selain itu, setelah pengalihan bentuk media informasi tadi, perlu dilakukannya perawatan pada sistem digitalisasi, sehingga nilai informasi yang telah dialih media tadi dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif lama lagi dan terhindar dari kerusakan terhadap koleksi digital atau elektronik.

2.    Saran
Agar pihak perpustakaan lebih memerhatikan nilai informasi yang terkandung dalam bahan pustaka terutama pada koleksi tercetak untuk diselamatkan dengan mengalih-media koleksi yang sering dicari oleh pemustaka, sehingga kekurangan akan informasi pada koleksi tersebut dapat teratasi.



DAFTAR PUSTAKA

Wiji Suwarno. 2010. Pengetahuan Dasar Kepustakaan. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Ida F Priyanto. 2013. Nilai Informasi, Naskah Untuk Berkala Informasi dan Perpustakaan.
Yeni Budi Rachman. 2017. Preservasi dan Konservasi Bahan Pustaka. Depok: Rajawali Pers.
Perpustakaan Nasional RI. 2012. Penentuan Skala Prioritas Preservasi Upaya Perlindungan Nilai Informasi Koleksi Di Perpustakaan Nasional RI. Majalah: Media Pustakawan Vol. 19 No.2. Di akses melalui http://www.perpusnas.go.id/magazine-detail.php  pada 31 Maret 2019.
Mustofa. Pelestarian Bahan Pustaka Digital. Surakarta: UPT. Perpustakaan ISI Surakarta. Di akses melalui http://digilib.isi-ska.ac.id/?p=531 pada 31 Maret 2019.





[1] Wiji Suwarno, Pengetahuan Dasar Kepustakaan, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia), 2010, hlm. 8-9
[2] Ida F Priyanto, Nilai Informasi, Naskah Untuk Berkala Informasi dan Perpustakaan, 2013, hlm. 1-5
[3] Yeni Budi Rachman, Preservasi dan Konservasi Bahan Pustaka, (Depok: Rajawali Pers), 2017, hlm. 11
[4] Perpustakaan Nasional, Penentuan Skala Prioritas Preservasi Upaya Perlindungan Nilai Informasi Koleksi Di Perpustakaan Nasional RI, Majalah: Media Pustakawan Vol. 19 No.2, 2012, Di akses melalui http://www.perpusnas.go.id/magazine-detail.php pada 31 Maret 2019
[5] Mustofa, Pelestarian Bahan Pustaka Digital, (Surakarta: UPT. Perpustakaan ISI Surakarta), Di akses melalui http://digilib.isi-ska.ac.id/?p=531 pada 31 Maret 2019